APLIKASI MIKROSATELIT DALAM PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN KERAPU
Memenuhi Tugas Teknologi Informasi
I. Pendahuluan
Kerapu merupakan ikan-ikan yang hidup di terumbu karang,
yang dalam dunia internasional dikenal dengan namagroupers atau coral reef
fishes. Ikan- ikan ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan sangat potensial
untuk dikembangkan di Indonesia. Ikan kerapu diperdagangkan dalam keadaan
hidup, dengan harga jual yang relatif tinggi. Harga ikan kerapu tikus di
tingkat nelayan dapat mencapai US$ 20 (Rp 200.000,-) untuk setiap kilogramnya.
Ikan tersebut diekspor terutama ke Hongkong dengan harga jual yang berlipat
kali. Pada tahun 2000, Hongkong mengimpor 9.827 ton ikan kerapu hidup, dengan
pemasok utama China, Thailand, Philipina, Indonesia, Australia dan Malaysia.
Pangsa Indonesia hanya sekitar 9,39% dari semua pemasok ikan kerapu ke
Hongkong.
Untuk menghindarkan terjadinya kepunahan terhadap populasi
ikan kerapu di alam dan mempertahankan terumbu karang serta tetap dapat mengisi
permintaan pasar yang terus meningkat, maka upaya mengalihkan usaha penangkapan
ke usaha budidaya merupakan langkah strategis yang perlu dilakukan. Kegiatan
budidaya kerapu di Indonesia belum banyak berkembang. Dewasa ini di Indonesia
baru terdapat pembenihan kerapu milik pemerintah (Lampung, Situbondo, Takalar
dan Gondol), dan satu pembenihan milik swasta di Lampung. Kalaupun ada maka
lebih bersifat penangkaran atau penggemukan ikan hasil tangkapan alam yang
masih berukuran kecil hingga ukuran konsumsi. Hingga saat ini, usaha pembenihan
masih menghadapi sejumlah masalah, terutama rendahnya tingkat hidup (survival
rate) sehingga diperlukan dukungan iptek. Salah satu iptek yang mampu menopang
kemajuan budidaya kerapu yaitu penerapan atau aplikasi mikrosatelit dalam pengembangan
budidaya ikan kerapu.
II. Isi
2.1. Taksonomi Ikan Kerapu
Adapun klasifikasi Ikan Kerapu adalah sebagai berikut :
Kelas
: Pisces
Sub
kelas : Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Sub
ordo : Percoidea
Devisi
: Perciformis
Famili
: Serranidea
Sub
famili : Epinephelinea
Genus
: Epinephelus
Spesies
: Epinephelus sp.
2.2. Ciri-ciri Morfologi Ikan Kerapu
Menurut Wardana (1994), Ciri-ciri morfologi ikan kerapu
adalah sebagai berikut:
1. Bentuk tubuh pipih, yaitu lebar
tubuh lebih kecil dari pada panjang dan tinggi tubuh.
2. Rahang atas dan bawah dilengkapi
dengan gigi yang lancip dan kuat
3. Mulut lebar, serong ke atas dengan
bibir bawah yang sedikit menonjol melebihi bibir atas.
4. Sirip ekor berbentuk bundar, sirip
punggung tunggal dan memanjang dimana bagian yang berjari-jari keras kurang
lebih sama dengan yang berjari-jari lunak
5. Posisi sirip perut berada dibawah
sirip dada.
6. Badan ditutupi sirip kecil yang
bersisik stenoid
2.3. Siklus Hidup, Reproduksi dan Kematangan Gonad
Effendi (2002) menyatakan bahwa ikan kerapu merupakan jenis
ikan bertipe hermaprodit protogini, dimana proses diferensiasi gonadnya
berjalan dari fase betima ke fase jantan atau ikan kerapu ini memulai siklus
hidupnya sebagai ikan betina kemudian berubah menjadi ikan jantan. Fenomena
perubahan jenis kelamin pada ikan kerapu sangat erat hubungannya dengan
aktivitas pemijahan, umur, indeks kelamin dan ukuran.
Pada ikan kerapu jenis Epinephelus diacantus kecendrungan
perubahan kelamin terjadi selama tidak bereproduksi yaitu antara umur 2-6
tahun, tetapi perubahan terbaik terjadi antara 2-3 tahun.
Teknik-teknik yang digunakan dalam genetika modern banyak
menggunakan genetik marker sebagai alat bantu mengidentifikasi genotipe suatu
individu atau sampel yang diambil darinya. Genetik marker, biasa juga disebut
dengan 'penanda',marker, 'marka', atau 'markah', merupakan ekspresi pada
individu yang terlihat oleh mata atau terdeteksi dengan alat tertentu, yang
menunjukkan dengan pasti genotipe suatu individu. Genetik marker dapat
diketahui lokasinya padakromos om maupun tidak. Penanda yang lokasinya dapat
diketahui pada kromosom lebih karena memberikan informasi bagi sekuensing dan
perbandingan antar genotipe, meskipun seringkali tidak praktis dalam
aplikasinya.
Genetik marker juga mengikuti Hukum Pewarisan Mendel dalam
suatu analisis genetik. Terdapat dua kelas genetik marker dalam kaitan dengan
hal ini:
1.
Penanda bersifat kodominan, artinya dapat membedakan ketiga kelas genotipe pada
generasi F2 (dua homozigot dan heterozigot);
2.
Penanda bersifat dominan, yang tidak bisa memisahkan heterozigot dari salah
satu kelas homozigot.
Mikrosatelit bersifat kodominan dan dapat diketahui letak
lokasi pada DNA. Dengan demikian, pada SSR sesuai berfungsi untuk mendeteksi heterozigos
itas. Pemanfaatannya tidak memerlukan waktu lama (dua hari). Mikrosatelit
merupakan penanda berbasis PCR, sehingga memerlukan primer. Karena
kelebihan-kelebihan ini, mikrosatelit disukai sebagai penanda. Kelemahan mikrosatelit adalah pembuatan
primernya memerlukan investasi yang besar karena ikan harus melakukan sekuensing
dan primer mikrosatelit bersifat spesifik spesies (sukar dipertukarkan
antarspesies).
Bentuk pengulangan sekuen DNA sederhana yang berulang-ulang menjadikan marka mikrosatelit sering disebut simple sequence repeat (SSR), short tandem repeats (STRs) atau simple sequence lenght polymorphisms (SSLPs) yang sekarang menjadi salah satu marka paling banyak digunakan secara luas untuk untuk pemetaan genetik, analisis keragaman genetik, dan studi evolusi.Marka ini muncul sebagai marka yang sangat ideal untuk pemetaan genom. MIkrosatelit kloroplast (cpSSRs) sama dengan mikrosatelit di dalam inti sel, tetapi ulangan hanya bisa 1 pasang basa (misal (T)n). Setiap spesies biasanya memiliki ciri khas dalam pengulangan sekuen sederhana.
Minisatelit dan mikrosatelit adalah tipe lain dari TR DNA.
Meskipun tidak tampak pada daerah pita satelit ketika dilakukan pengujian,
namun minisateli dan mikrosatelit juga dimasukkan dalam DNA satelit.
Kemungkinan yang menyebabkan tidak tampaknya minisatelit dan mikrosatelit pada
pita satelit adalah jumlahrepeat DNA yang sedikit. Minisatelit mempunyai unit
ulangan mencapai 25 pb sedangkan mikrosatelit berkisar 13 pb ke bawah. Oleh
karena itu, mikrosatelit disebut jugqa Short Tandem Repeat
DNA Satelit ditemukan dalam
sentromer dan juga di tempat lain dalam kromosom eukaryot. Sebuah genom dapat
berisi beberapa tipe DNA Satelit yang berbeda-beda, setiap Satelit dengan
sebuah perbedaan unit yang berulang-ulang, unit tersebut berkisar antara 5-200
bp. Tiga kelompok Satelit dalam DNA manusia meliputi 4 perbedaan dari tipe
berulang. Salah satu tipe DNA Satelit yang ditemukan dalam ikan adalah alphoid
DNA yang berulang, terdapat di bagian sentromer dalam kromosom.
III. Penutup
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari makalah
megenai aplikasi mikrosatelit dalam pengembangan budidaya kerapu adalah untuk
menghasilkan benih budidaya yang unggul sebagai ikan ekspor.
Effendie I.M., 2002. Biologi perikanan. Yayasan pustaka
nusantara.163 hal.
Wardana I.P., 1994. Pembesaran
kerapu dengan keramba jarring apung. Penebar Swadaya Jakarta. 65 hal.